TSMpGUd8BUMoGUMoTSO6TSM7Ti==

Soal Pengembalian Kerugian Negara Kasus Korupsi DLHK Bone, Polisi Diduga Kongkalikong Dengan Mantan Kadis


ILUSTRASI(dok.detiknews)
INSTINGJURNALIS.Com--Meski kasus dugaan tindak pidana korupsi swakelola DLHK Bone telah dinaikkan ke tahap penyidikan dan telah ditemukan kerugian negara hingga mencapai 550 juta. Terperiksa, Asmar Arabe yang juga selaku mantan kepala dinas tetap berupaya lepas tanggung jawab dengan melakukan pengembalian kerugian negara.

Hal itu mendapat tanggapan dari salah satu praktisi hukum Kabupaten Bone menilai pengembalian kerugian negara pada masa penyidikan tidak menghapus pidana, walaupun calon tersangka telah mengembalikan kerugian negara atau uang pengganti sebelum atau sesudah dilakukan penyidikan (tentunya setelah lewat 60 hari menurut UU Perbendaharaan dan UU BPK terkait tuntutan perbendaharaan ganti rugi).

"Maka penegak hukum tetap memproses kasusnya dengan merujuk pada pasal 4 UU No 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi," kata Salahuddin, Sabtu (16/11/2019).

Selain mantan Kadis yang saat ini menjabat sebagai Staf Bupati Bone diduga berupaya lepas tanggung jawab, Kasat Reskrim Polres Bone juga mendapat sorotan. Dimana sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Bone, Iptu Muhammad Pahrun melontarkan pernyataan yang cukup mengagetkan publik terkait kasus dugaan korupsi.

Dimana ia mengatakan pengembalian kerugian negara pada kasus dugaan tindak pidana korupsi DLHK Bone memungkinkan untuk tidak dilanjutkan.

Menurutnya, pengembalian kerugian negara tersebut dilakukan saat terlapor belum ditetapkan sebagai tersangka dan itu menjadi pertimbangan ke depannya.

"Memang kasus ini sudah dalam tahap penyidikan, namun terlapor ini kan belum ditetapkan sebagai tersangka, untuk ditetapkan tersangka harus ada unsur kerugian negaranya, walaupun ada kerugian negara telah ditemukan, namun itukan sudah diselesaikan dengan pengembalian negara itu," kata Pahrun, (11/11/2019) lalu.

Hal itu mendapat tanggapan keras dari praktisi hukum Kabupaten Bone, Salahuddin menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara pada masa penyidikan tidak menghapus pidana.

Ia mengatakan salah satu unsur korupsi, adalah unsur kerugian negara. Bila sudah dikembalikan berarti unsur tersebut sudah hilang, tapi syaratnya harus sebelum ada penyidikan. Jika penyidikan telah dimulai, pengembalian uang itu hanya mengurangi sanksi pidana saja.

"Alasannya, pengembalian kerugian negara dianggap sebagai timbal balik karena telah meringankan tugas negara. Tidak mempersulit dari segi biaya, waktu, tenaga dan pikiran negara. Pengembalian yang juga dianggap sebagai pengakuan bersalah si terdakwa, maka pada prinsipnya pengembalian kerugian negara pada masa penyidikan tetap merupakan perbuatan melawan hukum," ungkapnya.

Selain itu, Salahuddin menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana, ia meminta kepolisian untuk menelusuri aliran dana yang diduga melibatkan sekertaris daerah bone, Andi Surya Dharma, dimana dia disebut turut menikmati anggaran itu.

"Harusnya kepolisin segera mengusut aliran dana itu, bukan berupaya menghentikan setelah pengembalian kerugian negara dan memastikan ada calon tersangka baru," tegas Salahuddin.

Lebih jauh Salahuddin meminta kepolisian untuk memberikan skala prioritas terhadap kasus korupsi, dengan memastikan bahwa semua orang sama dimata hukum, jauh dari indikasi kongkalikong antara polisi dengan koruptor.

"Mereka harus memastikan bahwa semua orang sama di mata hukum, siapapun itu harus segera ditindak, apalagi kasus ini melibatkan pejabat tinggi Kabupaten Bone ataukah memang ada upaya kongkalikong," kuncinya.

Sebelumnya, kepolisian mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pada anggaran swakelola sebesar 4 miliar DLHK Bone. Dimana dari pemeriksaan BPK ditemukan kerugian negara hingga mencapai 550 juta. Namun, sehari hasil audit BPK keluar, tiba-tiba calon tersangka melakukan pengembalian kerugian negara.

(Muhammad Irham)

Type above and press Enter to search.