TSMpGUd8BUMoGUMoTSO6TSM7Ti==

45 anggota DPRD Bone Dilapor di Kejati Sulsel Dugaan Korupsi Reses Fiktif, Dicederai Adanya Isu Permintaan Uang Menutup Mulut 5 Juta Perdewan

 

45 anggota DPRD Bone Dilapor di Kejati Sulsel Dugaan Korupsi Reses Fiktif, Dicederai Adanya Isu Permintaan Uang Menutup Mulut 5 Juta Perdewan

INSTINGJURNALIS.Com--Kejaksan Tinggi Makassar menindaklanjuti laporan dugaan reses fiktif 45 anggota DPRD Kabupaten Bone. Turut dilaporkan Sekretaris Dewan (Sekwan) hingga pengusaha katering yang menjadi rekanan.


Laporan itu dibuat Lembaga Pengawasan Pertambangan Pengairan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LPPPLHK) pada 4 November 2021 lalu. 


Sayangnya, dalam proses laporan tersebut tercederai karena beredarnya issu bahwa adanya mencoba mencari keuntungan dengan modus menakut-nakuti terlapor dengan orientasi mendapatkan keuntungan dimana menargetkan agar 45 anggota DPRD Bone yang terlapor ini setor dana 5 juta setiap anggota dewan.


Kabar tersebut bergulir diwarkop warkop serta di internal  DPRD Bone itu sendiri, menyebutkan bahwa ada pihak yang menemui ketua DPRD Bone kemudian dihadiri sejumlah anggotaa dewan lainnya saat permintaan dana sebnyak 5 juta tersebut oleh terlapor, Bahkan kata dia, pihak pelapor meminta biaya "tutup mulut" sebesar Rp5 juta setiap anggota legislator.


"Saya tidak menemukan langsung mengenai hal itu, tapi berdasarkan informasi yang berkembang ada seperti itu," kata sumber yang minta namanya dirahasiakan.


Hal itu dibuktikan kata dia, setelah laporan tersebut dilayangkan ke Kejati, ada pihak yang mendatangi kantor DPRD dengan membawa laporan tersebut dan membagikan ke setiap anggota. "Memang beberapa hari setelah dilaporkan, mereka datang dan membagikan bukti laporan ke setiap terlapor," katanya.


45 Anggota DPRD Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel atas dugaan reses fiktif yang merugikan negara sebesar Rp 2,9 miliar. Turut dilaporkan Sekretaris Dewan (Sekwan) hingga pengusaha katering yang menjadi rekanan.

Laporan itu dibuat Lembaga Pengawasan Pertambangan Pengairan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LPPPLHK) pada 4 November 2021 lalu. Kejati Sulsel tengah menindaklanjuti laporan itu.


"Betul ada laporannya, akan ditindak lanjuti," ujar Kasi Penkum Kejati Sulsel Idil saat dimintai konfirmasi wartawan, Senin (22/11/2021).


Ketua Umum LPPPLHK Andi Fatmasari Rahman mengungkapkan, dalam kasus ini pihaknya melaporkan pimpinan yang termasuk 45 anggota DPRD Bone, Sekwan DPRD Bone, bendahara, PPTK reses, pendamping reses sebanyak 37 orang, dan rumah makan katering yang menjadi rekanan.


"Kami telah melakukan pelaporan ke Kejaksaan Tinggi Sulsel atas temuan adanya indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi yang merugikan negara hampir Rp 3 miliar. Laporannya sudah masuk sejak 4 November lalu," kata Fatmasari dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (22/11).


Pihak pelapor telah menyerahkan sejumlah temuan dan bukti lapangan terkait adanya penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan reses oleh anggota DPRD Bone yang digelar pada 11-16 April 2021 dan tanggal 15-20 April 2021 lalu.


45 Anggota DPRD Bone disebut melakukan reses ke lima daerah pemilihan (Dapil) dalam 2 kali tahapan yang terhitung sebanyak 12 hari. Pelapor mengidentifikasi total kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan reses ini adalah sebanyak Rp. 2.962.600.000.


"Kami menemukan adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh sejumlah pejabat dan oknum terkait dari agenda reses itu. Ini perlu diperiksa lebih jauh," ujar Fatmasari.


Fatmasari melanjutkan, banyak temuan tidak masuk di akal dalam reses yang dilakukan anggota DPRD Bone selama 2 kali tahapan itu. Di antaranya, ada yang mengklaim acara pernikahan sebagai kegiatan reses.


"Diantaranya, belanja fiktif dengan bukti yang tidak lengkap dan tidak sah. Ada juga anggota dewan yang mengirimkan foto sebagai bukti pertanggungjawaban, padahal itu palsu. Ambil fotonya itu bahkan dilakukan di rumahnya. Yang paling parah, kami juga pernah menemukan anggota dewan yang menggunakan foto acara resepsi pernikahan dalam kegiatan resesnya. Pastinya, kami punya bukti yang kuat," ungkap Fatmasari.


Dalam teknisnya kemudian, Fatmasari pun membeberkan sejumlah kejanggalan yang ditemukan dari penggunaan biaya paling besar ditemukan, yakni pada biaya belanja uang transportasi bagi para peserta reses atau temu konstituen. Untuk biaya ini menghabiskan anggaran hingga Rp 1,3 miliar.


Dalam rinciannya, dana sebesar Rp 15 juta setiap anggota DPRD diklaim dalam laporan pertanggungjawaban dalam satu tahapan reses yang berlangsung selama 6 hari. Dalam 2 kali tahapan, peserta menghabiskan anggaran sebanyak Rp 30 juta yang kemudian dikalikan sesuai jumlah 45 anggota dewan yang menggelar reses. Yang mana, dana anggaran tersebut diserahkan melalui bendahara DPRD ke Pendamping reses perseorangan.


"Diantaranya, belanja fiktif dengan bukti yang tidak lengkap dan tidak sah. Ada juga anggota dewan yang mengirimkan foto sebagai bukti pertanggungjawaban, padahal itu palsu. Ambil fotonya itu bahkan dilakukan di rumahnya. Yang paling parah, kami juga pernah menemukan anggota dewan yang menggunakan foto acara resepsi pernikahan dalam kegiatan resesnya. Pastinya, kami punya bukti yang kuat," ungkap Fatmasari.


Dalam teknisnya kemudian, Fatmasari pun membeberkan sejumlah kejanggalan yang ditemukan dari penggunaan biaya paling besar ditemukan, yakni pada biaya belanja uang transportasi bagi para peserta reses atau temu konstituen. Untuk biaya ini menghabiskan anggaran hingga Rp 1,3 miliar.


Dalam rinciannya, dana sebesar Rp 15 juta setiap anggota DPRD diklaim dalam laporan pertanggungjawaban dalam satu tahapan reses yang berlangsung selama 6 hari. Dalam 2 kali tahapan, peserta menghabiskan anggaran sebanyak Rp 30 juta yang kemudian dikalikan sesuai jumlah 45 anggota dewan yang menggelar reses. Yang mana, dana anggaran tersebut diserahkan melalui bendahara DPRD ke Pendamping reses perseorangan.


Para peserta dalam reses atau temu konstituen ke sejumlah Dapil tersebut merupakan warga atau tokoh masyarakat yang kemudian tercatat 300 orang. Tiap orang peserta ini terklaim diberikan uang transportasi sebesar Rp 50 ribu per orangnya.


"Dalam teknis di lapangan kami menemukan modus operandi yang digunakan, yakni Bendahara pengeluaran reses melakukan transaksi keuangan masing-masing ke pendamping reses perorangan yang selanjutnya diberikan ke tiap anggota reses," jelasnya.


"Nah, reses selama 6 hari dalam sekali tahapan ini disiapkan blanko daftar hadir dan tanda terima uang transportasi bagi para peserta. Selanjutnya, pendamping reses perseorangan yang bertugas dan bertanggungjawab dalam mengedarkan blanko daftar hadir untuk ditandatangani serta yang menyerahkan uang transportasi kepada para peserta," lanjutnya.


Selain itu, ada juga dugaan nama fiktif untuk peserta yang disebut hadir dalam reses.


"Untuk fakta lapangan, kami menemukan hanya sekitar dua puluhan orang saja peserta reses yang ikut hadir dan bertanda tangan untuk selanjutnya menerima hak uang transportasi. Dan selebihnya sekitar 270 orang disebut adalah peserta dengan menggunakan nama fiktif dengan menggunakan tandatangan palsu," ungkpanya.


Oleh Pelapor, arsip dari laporan ini pun dinyatakan telah dikirimkan ke Pihak BPK RI Perwakilan Sulawesi Selatan dan Pihak Kejaksaan Agung RI sebagai tembusan ke pihak pengawasan dalam kasus ini.

Komentar0

Type above and press Enter to search.