TSMpGUd8BUMoGUMoTSO6TSM7Ti==

Berproses Hukum Beberapa Bulan, Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Mesin Limbah Medis Dinas Kesehatan Sinjai, Jaksa Sudah Periksa 25 Orang.



INSTINGJURNALIS.COM Penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di 16  Puskesmas yang dibangun tahun 2017 dan Ipal Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai menunjukkan keseriusannya dalam menelusuri aliran anggaran miliaran rupiah yang diduga kuat keras menyimpang tanpa hasil.


Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Sinjai, Zen Tommy Aprianto, S.H., mengonfirmasi bahwa kasus ini terus berjalan. Ia menyebutkan bahwa sejauh ini lebih dari 25 orang telah diperiksa sebagai saksi.


“Pemeriksaan sementara masih berjalan. Untuk sementara di atas 25 saksi yang diperiksa,” ujarnya kepada media, Rabu, 11 Juni 2025.


Dari jumlah tersebut, informasinya 16 Kepala Puskesmas telah dimintai keterangan. Selain itu, dua nama yang kini menjadi sorotan utama penyidik adalah Erwin dan Iwan, dua pejabat Dinas Kesehatan yang disebut-sebut sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) dan berperan penting dugaab terjadinya kerugian Negara disetiap adanya proyek di Dinas Kesahatan Kab.Sinjai.


“Untuk PPK atas nama Erwin sudah dilakukan pemeriksaan. Kalau Pak Iwan akan kami jadwalkan. Karena saat itu Ketua Tim (Kasi BB) sedang di Makassar. Saya akan kroscek perkembangannya ke Ketua Tim terkait jadwal pemeriksaan yang lain,” tambah Zen Tommy.


Aktivis hukum Dedi Irawan, S.H., mendesak Kejari agar segera mengungkap peran sentral dua nama tersebut. Ia menilai keterlibatan Erwin dan Iwan dalam proyek IPAL sangat vital dan tidak bisa diabaikan.


“Untuk sesegera mungkin mengungkap kasus tersebut, penyidik disarankan lebih menelisik dan memeriksa secara mendalam kedua oknum Dinas Kesehatan tersebut, karena kami anggap peran di balik proyek ini keduanya sangat penting,” tegas Dedi.


Menurutnya, keduanya bukan hanya aktor teknis semata, tetapi diduga juga berperan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan anggaran proyek yang hingga kini tidak berfungsi.


Fakta tragis terkuak: sejak selesai dibangun pada tahun 2017, proyek IPAL senilai miliaran rupiah tersebut tak kunjung difungsikan. Padahal, setiap tahun Dinas Kesehatan justru menggelontorkan anggaran ratusan juta untuk pemeliharaan serta pengelolaan limbah medis ke pihak ketiga.


Ironisnya, jasa perawatan instalasi limbah ini diberikan kepada pihak yang disebut tidak memiliki sertifikasi resmi, menambah deretan persoalan dalam proyek yang seharusnya menjadi penopang pelayanan kesehatan masyarakat.


Laporan keuangan internal menunjukkan dugaan pengeluaran hingga Rp400 juta setiap tahun hanya untuk membakar limbah medis padat dari seluruh puskesmas, lantaran insinerator IPAL tak bisa dioperasikan sejak awal berdiri.


Tak berhenti di situ, pada tahun 2022 Dinas Kesehatan kembali melakukan pengadaan IPAL untuk Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), namun proyek ini juga diduga mengandung banyak kejanggalan, mulai dari spesifikasi hingga peruntukannya.


Di tengah pusaran kasus ini, Kejaksaan juga mulai menyoroti aspek perizinan lingkungan. Dugaan bahwa ke-16 IPAL tidak memiliki dokumen penting seperti AMDAL maupun UKL-UPL menjadi titik rawan yang dapat menyeret lebih jauh aspek tanggung jawab hukum dari proyek ini. Tanpa dokumen ini, keberadaan IPAL bukan hanya tidak sah secara administratif, tetapi juga dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.



Penulis : Lukman Sardy

Editor   : INSTING JURNALIS



- SIMAK BERITA & ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS   

- BERLANGGANAN DI CHANNEL WHATSAPP 

Komentar0

Type above and press Enter to search.