TSMpGUd8BUMoGUMoTSO6TSM7Ti==

Puasa Asyura: Makna, Keutamaan, dan Pelaksanaannya dalam Islam

 


INSTINGJURNALIS.COM   -   Puasa merupakan salah satu ibadah yang penting dalam agama Islam. Selain puasa wajib pada bulan Ramadhan, terdapat pula puasa sunnah yang dianjurkan, salah satunya adalah puasa Asyura. Puasa Asyura dilakukan pada tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai hari Asyura. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi makna, keutamaan, dan pelaksanaan puasa Asyura dalam Islam.


Makna dan Sejarah:

Hari Asyura memiliki makna sejarah yang signifikan dalam Islam. Pada hari ini, Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS dan Bani Israel dari Firaun di Laut Merah. Puasa Asyura juga terkait dengan peristiwa tragis di Karbala, di mana Imam Husain bin Ali dan pengikutnya disiksa dan syahid. Puasa ini mencerminkan penghormatan terhadap peristiwa-peristiwa tersebut dan solidaritas umat Muslim.

Rasulullah SAW bersabda, "Puasa Asyura adalah puasa yang diperintahkan oleh Allah bagi umat Nabi Musa AS. Aku berharap kepada Allah bahwa dengan berpuasa pada hari Asyura, Dia akan mengampuni dosa-dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim)


Keutamaan:

Puasa Asyura memiliki keutamaan khusus dalam Islam. Rasulullah Muhammad SAW bersabda bahwa puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu. Hal ini menunjukkan betapa besar pengampunan Allah SWT bagi hamba-Nya yang berpuasa dengan ikhlas. Puasa Asyura juga merupakan praktik sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra: sungguh Rasulullah saw bersabda pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab: Puasa Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat (HR Muslim).


Pelaksanaan:

Pelaksanaan puasa Asyura cukup fleksibel. Puasa ini dapat dilakukan dengan berpuasa pada tanggal 10 Muharram, atau ditambah dengan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk membedakan puasa Asyura dengan praktik orang-orang Yahudi dengan berpuasa pada hari sebelumnya atau sesudahnya. Namun, penting untuk diingat bahwa puasa Asyura tidak diwajibkan, tetapi sangat dianjurkan.

Rasulullah SAW juga menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura. Dalam riwayat lain, beliau bersabda, "Puasalah pada hari Asyura dan bedakanlah dengan puasa Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (HR. Muslim)


Makna Spirituil:

Selain aspek sejarah dan keutamaannya, puasa Asyura juga memiliki makna spiritual. Puasa ini memberikan kesempatan bagi umat Muslim untuk memperkuat hubungan mereka dengan Allah SWT, meningkatkan kesadaran akan pengampunan-Nya, dan mengingat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam. Puasa Asyura juga mengajarkan nilai-nilai seperti kesabaran, keberanian, dan keadilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


Solidaritas dan Kebaikan Sosial:

Puasa Asyura juga dapat menjadi momen yang memperkuat solidaritas dan kebaikan sosial dalam masyarakat Muslim. Melalui berpuasa bersama, umat Muslim dapat saling mendukung, berbagi dengan yang membutuhkan, dan memperkuat ikatan antar sesama. Puasa Asyura juga dapat digunakan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kepedulian terhadap orang-orang yang menderita atau dalam kesulitan.


Puasa Asyura memiliki makna yang mendalam, keutamaan yang dianjurkan, dan pelaksanaan yang fleksibel dalam agama Islam. Puasa ini mengingatkan umat Muslim tentang peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam dan mengajarkan nilai-nilai spiritual serta kebaikan sosial. Dengan berpuasa Asyura, umat Muslim dapat mendapatkan pengampunan, meningkatkan ibadah, dan memperkuat hubungan mereka dengan Allah SWT serta sesama manusia.


Namun, penting untuk dicatat bahwa puasa pada hari Asyura bukanlah puasa yang wajib, tetapi merupakan puasa sunnah yang sangat dianjurkan. Puasa Asyura tidak diwajibkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan atau sebagai pengganti puasa Ramadhan. Selain itu, puasa Asyura dapat dilakukan dengan tambahan puasa pada hari sebelumnya atau sesudahnya, untuk membedakan puasa Muslim dengan praktik orang-orang Yahudi.


Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW bersegera berpuasa atas hari yang sangat diutamakan selain hari Asyura, dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa pada bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan." (HR. Bukhari dan Muslim)


Perlu diingat bahwa sumber utama untuk memahami ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, disarankan untuk merujuk pada sumber-sumber terpercaya atau berkonsultasi dengan ulama yang kompeten untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan akurat.


IKUTI INSTING JURNALIS DI THREADS





Komentar0

Type above and press Enter to search.