INSTINGJURNALIS.COM -Jelang menyambut HUT RI Ke 80 masyarakat Bone dihadiahi kenaikan pajak PBB, Diam - diam Pemerintah Kabupaten Bone naikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang akan mulai diberlakukan pada tahun 2025 setinggi 300 %, membuat sejumlah tokoh dan aktivis sosial angkat bicara.
Selain pihak Pemerintah Kabupaten Bone berdalih bahwa itu merupakan kebijakan bentuk penyesuaian menaikkan jumlah pajak PBB tertentu, para aktivis menilai itu adalah bentuk komunikasi politik Pemerintah untuk menjajah masyarakat dalam bentuk menaikkan jumlah pajak tanpa kajian ekonomi yang matang.
Alasan klasik kebijakan kenaikan tarif ini disebut sebagai bagian dari strategi untuk mendorong pendapatan asli daerah (PAD) dimana seharusnya Pemerintah meminimalisir kebocoran hasil pungut itu.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Nusantara Andi Asrul Amri sebelumnya menegaskan bahwa kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 300% di kabupaten Bone, sulawesi selatan, kenaikan pajak diatas 50 % tidak wajar dan merupakan maladministrasi dan bentuk penjajahan modern terhadap masyarakat.
"Kalau memang pemerintah ingin menaikkan pajak harusnya dilakukan secara berkala, bukan mendadak melonjak ekstrim seperti ini kebijakan tersebut sangat membebani masyarakat tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat," pungkasnya.
Aktivis dan pemuda Bone yang tergabung dalam organisasi Aliansi Riyank Dicky Angreza, menilai bahwa kebijakan Pemerintah secara sepihak tersebut tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga berpotensi memperparah tingkat kemiskinan di daerah. Menurutnya, dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), perlindungan terhadap masyarakat jelas diatur, salah satunya dalam Pasal 3 dan Pasal 6 yang menegaskan asas keadilan dalam penetapan pajak. Kenaikan pajak di atas 50% dinilai bertentangan dengan semangat perlindungan tersebut.
"Kebijakan menaikkan pajak PBB hingga 300% di saat kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit adalah bentuk ketidak pekaan pemerintah terhadap masyaakat kecil Ini jelas melanggar asas keadilan yang diatur dalam UU PDRD," tegasnya.
Demikian juga salah satu PKC PMII Sulsel bagian Advokasi Riswan Rusandy menganggap kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Bone sebesar 300% itu tak wajar. Menurutnya, kenaikan PBB 300% itu harus dievaluasi.
"Meskipun besaran PBB menjadi kewenangan kepala daerah untuk menetapkan, menurut saya kenaikan nilai pajak tersebut sangat tidak wajar dan sangat tinggi. Kenaikan tersebut harus dievaluasi. Apalagi kondisi ekonomi rakyat saat ini sangat terpuruk tersebut dikenakan untuk kepemilikan pribadi," katanya.
PKC PMII Sulsel meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun tangan melakukan evaluasi.
"Kalau menurut pendapat saya, Kemendagri harus melakukan pengecekan terkait kenaikan pajak yang signifikan tersebut. Apakah sama dengan informasi yang beredar di publik. Seharusnya Kemendagri sejak awal bisa melakukan review atas kenaikan tersebut," katanya.
Pihak Pemda melalui Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi, Informasi (Kominfo) dan Persandian Kabupaten Bone, Anwar menjelaskan, berdasarkan data informasi dari Kepala Bapenda, Angkasa, nilai SPPT PBB-P2 mengalami kenaikan 65 persen yaitu nilai 2024 Rp30 miliar di 2025 menjadi Rp50 miliar.
Kenaikan tersebut bersumber dari objek pajak tertentu yang mengalami perkembangan nilai jual objek pajaknya jauh dari nilai pasar atau nilai ekonomi,” beber Anwar.
Kenaikan nilai PBB-P2 senilai 65 persen, kata Anwar, tidaklah secara menyeluruh terhadap semua objek pajak Kabupaten Bone.
“Ada NJOP Rp7.000 menjadi Rp10.000 atau Rp20.000, bahkan ada nilai NJOP tidak mengalami kenaikan karena acuan/referensi yang digunakan dalam menaikkan nilai NJOP berdasarkan Zona Nilai Tanah dari badan pernahan nasional (BPN) Kabupaten Bone,” papar Anwar.
Penulis : Lukman Sardy
Editor : INSTING JURNALIS
- SIMAK BERITA & ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
- BERLANGGANAN DI CHANNEL WHATSAPP
Komentar0