TSMpGUd8BUMoGUMoTSO6TSM7Ti==

Pakai Baju Bodo, Begini Philosofinya

Pakai Baju Bodo, Begini Philosofinya
INSTINGJURNALIS.com, WAJO - Dahulu kala, Pemakaian baju adat khususnya jas tutup untuk Lelaki dan baju bodo untuk wanita Bugis/ Makassar merupakan identitas adat dan budaya yang menjadi hal yang dinilai sakral.

Pakaian adat ini kerap digunakan untuk menyambut hari-hari besar, seperti pesta adat, perkawinan, dan acara ritual lainnya.

Baik Baju Bodo dan jas tutup tidak bisa terlepas Lipa' Sabbe' (sarung kain sutera).

Khususnya pada baju bodo sendiri  memiliki corak dan warna yang memiliki nilai filosofis tinggi bagi wanita Bugis yang memakainya.

Dalam Penggunaannya pun, corak dan warna turut menjadi identitas dalam strata sosial, umur, dan kebangsawanan bagi para pemakainya.

Dari sebuah referensi lokal, Petta guru menguraikan aturan dalam pemakaiannya.

1) baju bodo warna jingga atau merah muda

Umur 14 s/d 17 tahun, masih memakai baju bodi berwarna jingga atau merah muda, tapi dibuat berlapis bersusun dua, hal ini dikarenakan sang gadis sudah mulai tumbuh payudaranya. Juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum memiliki anak.

Baju ini dapat dipakai oleh wanita remaja sampai batas dewasa. Terkesan mengedepankan nilai dalam penggunaannya, baju ini berlapis dua sehingga remaja yang sudah tumbuh payudaranya tidak dapat terlihat sehingga auratnya terlindungi..

2) baju bodo warna merah darah.

Umur 17 s/d 25 tahun, dengan warna merah darah, berlapis dan bersusun. Dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak.

Hal ini berasal dari filosofi, bahwa sang perempuan tadi dianggap sudah mengeluarkan darah dari rahimnya yang berwarna merah tua/merah darah.

3) Umur 25 s/d 40 tahun, memakai baju bodo warna hitam karna warna hitam melambangkan bahwa si pemakai sudah monopause atau tidak mampu lagi menghasilkan  anak atau dengan kata lain sudah tidak haid.

4) Baju Tokko berwarna putih digunakan oleh parainang/pengasuh raja atau para dukun atau bissu. Para bissu memiliki titisan darah berwarna putih, inilah yang mengantarkan mereka mampu menjadi penghubung dengan Tuhan sebagai mahluk yang dipercaya suci tanpa syahwat.

"Saat ini baik penggunaan dan coraknya telah ikut beregenerasi sebagaimana zaman yang terus berkembang," terang Petta guru. (sul)

Type above and press Enter to search.