![]() |
Ilustrasi |
INSTINGJURNALIS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Skandal ini terungkap setelah KPK menemukan indikasi bahwa sejumlah pejabat Kemnaker telah melakukan praktik pemerasan terhadap agen tenaga kerja asing (TKA) sejak lima tahun lalu, dengan total uang yang terkumpul mencapai Rp53 miliar.
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, mengungkapkan bahwa uang hasil pemerasan mengalir sejak tahun 2019 hingga 2024.
"KPK mengidentifikasi bahwa oknum-oknum di Kemnaker menerima uang kurang lebih Rp53 miliar dari praktik pemerasan yang dilakukan selama lima tahun terakhir," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (5/6/2025).
KPK merinci bahwa delapan pejabat yang terlibat dalam praktik pemerasan ini menerima uang dalam jumlah besar, antara lain SH menerima Rp460 juta, HY menerima Rp18 miliar, WP menerima Rp580 juta, DA menerima Rp2,3 miliar, GTW menerima Rp6,3 miliar, PCW menerima Rp13,9 miliar, AE menerima Rp1,8 miliar, dan JS menerima Rp1,1 miliar.
Selain itu, Rp8 miliar dari total uang pemerasan digunakan untuk biaya makan para staf di Ditjen Binapenta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, para tersangka merupakan pejabat yang memiliki pengaruh besar dalam pengurusan tenaga kerja asing di Kemnaker. Beberapa di antaranya adalah, Suhartono (SH) Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023, Haryanto (HYT), Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, pernah menjabat sebagai Dirjen Binapenta 2024-2025, Wisnu Pramono (WP), Direktur PPTKA 2017-2019 Devi Anggraeni (DA) Direktur PPTKA 2024-2025, Gatot Widiartono (GW) Koordinator Analisis PPTKA 2021-2025, Putri Citra Wahyoe (PCW) Petugas Saluran Siaga RPTKA dan Verifikator Pengesahan RPTKA 2019-2025, Jamal Shodiqin (JS), Analis TU Direktorat PPTKA 2019-2024 dan Alfa Eshad (AE) Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018-2025.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, sebelumnya mengonfirmasi bahwa dua pejabat yang terlibat dalam kasus ini merupakan pensiunan Kemnaker.
Ia juga menegaskan bahwa sejumlah pejabat yang terlibat telah dicopot dari jabatannya sejak awal tahun 2025. "Kami telah mencopot beberapa pejabat dari Februari hingga Maret 2025. Mengenai nama-nama yang ditetapkan sebagai tersangka, itu menjadi domain KPK," ujarnya. (*)
Editor : INSTING JURNALIS
- SIMAK BERITA & ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
- BERLANGGANAN DI CHANNEL WHATSAPP
Komentar0