INSTINGJURNALIS.COM - Viral di media sosial adanya permintaan tunjangan hari raya (THR) berupa sembako dan barang lainnya yang dimintakan ke guru kepada murid. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons fenomena itu.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menegaskan permintaan THR untuk guru dari murid itu merupakan gratifikasi. Fenomena itu sejatinya tidak harus terjadi di ranah sekolah.
“Seorang guru diberi sesuatu saja oleh siswa atau orang tua murid itu masuk ranah gratifikasi yang harus ditolak,” kata Wawan kepada Medcom.id, Kamis, 4 April 2024.
Wawan menjelaskan guru, murid, dan orang tua siswa memiliki kepentingan antara satu dengan yang lainnya. Pemberian THR diyakini bisa menimbulkan konflik kepentingan di kemudian hari.
Karena punya konflik kepentingan antarguru dan siswa atau orang tua murid. Apalagi kalau meminta, itu sangat tidak dianjurkan,” tegas Wawan.
Wawan juga menegaskan pemberian THR tidak sejatinya dibebankan ke siswa. Sebab, atasan para guru itu bukan pelajar.
“Seharusnya THR itu diberikan dari yang mampu secara jabatan atau kedudukan atau materi kepada yang dibawahnya,” ucap Wawan.
Guru Minta THR Bertentangan dengan Posisi
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menegaskan permintaan THR untuk guru yang dibebankan ke siswa bertentangan dengan posisi. Apalagi, lanjutnya, jika tenaga pengajar itu berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
“Guru itu PNS, dibayar gajinya oleh negara dan posisinya memberi penilaian ke muridnya. Kalau minta THR jelas enggak boleh, karena jelas bertentangan nanti dengan posisinya,” kata Pahala kepada Medcom.id.
Pahala menjelaskan guru wajib memberikan nilai kepada murid berdasarkan penilaiannya selama mengajar. Pemberian THR berpotensi memengaruhi penilaian dari guru kepada murid.
“Memberi nilai ini akan terpengaruh oleh THR yang diberikan muridnya kan, jadi ini jelas gratifikasi jadi harus ditolak kalau dikasihi, apalagi kalau harus minta,” tegas Pahala.
KPK mengingatkan guru berstatus PNS tidak meminta THR kepada muridnya. Tenaga pengajar yang masih menjadi pegawai swasta pun tetap dilarang karena melanggar etika.
“Kalau (guru) swasta sih hanya kena etik, karena konflik kepentingan. Kalau PNS kan disebut di Undang-Undang KPK,” tutur Pahala. (Medcom)
Editor : INSTING JURNALIS
- SIMAK BERITA & ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
- BERLANGGANAN DI CHANNEL WHATSAPP
Komentar0